Welcome My Blog
Home About me Photo of Me My Campus Friendship Love Story Career Tugas Kampus

REVIEW 2 : “Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalam Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia"

“Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalam Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia”

HARIS RETNO SUSMIYATI
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Jl. Ki Hajar Dewantara Kampus Gunung Kelua Telp. (0541) 7072549 Samarinda 75123


D. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalam Pengusahaan Pertambangan Migas di Indonesia
Production Sharing Contract, atau sederhananya dalam bahasa Indonesia disebut, Kontrak Bagi Hasil. Ada banyak literatur di dunia internasional yang memberikan definisi masing-masing. Namun sebagai bangsa Indonesia, kita tidak perlu mencari-cari literatur sampai ke luar negeri, sebab Bangsa kitalah yang menjadi pelopor dari Kontrak Bagi Hasil.
Pengaturan dan prosedur Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) sudah ditentukan sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini adalah badan pelaksana yaitu kementerian terkait dan para pihaknya adalah pemerintah dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap dan  untuk penyelesaian sengketa dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) tidak diatur secara rinci dalam UU No. 22 Th. 2001 maupun dalam PP No. 35 Th. 2004 tetapi didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam kontrak.
Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PP No. 35 Th. 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, tidak ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa anatar BP Migas dengan badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap terhadap substansi kontrak bagi hasil (production sharing contract). Dalam prakteknya klausula penyelesaian sengketa dituangkan dalam kontrak bagi hasil(production sharing contract) atas dasar kesepakatan para pihak. Berdasarkan UU No. 22 Th. 2001, para pihak di dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract), adalah BP Migas dengan badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap. Apabila terjadi sengketa antara BP Migas dengan badan usaha, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia karena kedua belah pihak merupakan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan mereka tunduk kepada hukum Indonesia.

E. Prinsip Pokok Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)
Secara hukum peranan negara pada kontrak bagi hasil mengikuti dua prinsip berikut:

1. Negara memiliki hak pertambangan sehingga mereka memiliki produksi, hal ini secara hukum mengakibatkan monopoli negara pada eksplorasi dan produksi hidrokarbon. Perusahaan minyak bertindak sebagai pemberi jasa atau kontraktor.
2. Walaupun negara atau perusahaan negara mengandalkan kemampuan teknis dan sumber dana dari perusahaan minyak (yang meminjamkan atau mendanai kapital yang dibutuhkan) dia tetap memiliki bagian terbesar dan produksi. Bagi hasil ini adalah dari produksi yang terlihat pada laporan tahunan dan bukan pada cadangan total. Kontraktor bertanggung jawab atas pembiayaan dan menjalankan operasi dan hanya memperoleh pengembalian biaya dan keuntungan jika terdapat penemuan komersial yang dikembangkan.

F. Para Pihak dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)
            Para pihak dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) yaitu negara, yang diwakili oleh badan pelaksana yang sekarang telah dialihkan kepada SKSP Migas, sedangkan pihak kedua atau kontraktornya adalah badan usaha dan atau bentuk usaha tetap..

G. Obyek Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)
            Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2001, Obyek yang dapat diperjanjikan dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) menurut ketentuan Pasal 5 (1), pasal 6 (1) serta pasal 11 (1) adalah khusus kegiatan usaha hulu dalam pertambangan migas, yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Ketentuan dalam Undang-undang ini khususnya pasal 1 ayat 8 dan 9, menerangkan yang dimaksud dengan eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan. Sedangkan yang dimaksud eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. 

H. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)
Hak dan kewajiban badan usaha dan atau badan usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak production  sharing diatur dalam pasal 31 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. ada 2 macam kewajiban dari badan usaha dan badan usaha tetap, yaitu:
1. Membayar pajak yang merupakan penerimaan Negara
2.Membayar bukan pajak yang merupakan penerimaan Negara

Penerimaan  Negara yang berupa pajak ,terdiri atas:
1. Pajak-pajak
2. Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai
3. Pajak daerah dan distribusi daerah

Penerimaan Negara bukan pajak, terdiri atas :
1. Bagian Negara ,merupakan bagian produksi yang diserahkan oleh badan usaha atau usaha tetap kepada Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas bumi;
2. Iuran tetap, yaitu iuran yang dibayar oleh badan usha atau atau usaha tetap kepada Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas bumi sesuai luas wilayah kerja dan sebagai imbalan ataskesempatan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi;
3. Iuran eksplorasi dan eksploitasi merupakan iuran yang dibayarkan oleh badan usaha atau usaha tetap kepada Negara  sebagai kompensasi atas pengambilan kekayaan alam minyak dan gas bumi yang tak terbarukan
4. bonus-bonus dalam penerimaan dari bonus-bonus atau penandatanganan bonus kompensasi databonus produksi dan bonus-bonus dalam bentuk apapun yang diperoleh badan pelaksana dalam rangka kontrak production sharing.

Sejak berlakunya otonomi daerah, pemerintah pusat berkewaajiban untuk mendistribusikan kembali penerimaan Negara dari hasil minyak bumi dan gas bumi kepada pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota yang mempunyai sumber daya alam tersebut.besarnya bagian yang diterima oleh pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota telah ditentukan dalam pasal 6 ayat (6) undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara  pemerintah pusat  dan daerah. di dalam peraturan itu di tentukan 2 (dua) macam sumber daya alam, yaitu sumber daya alam minyak dan gas. bagian dari masing-masing pihak disajikan  berikut ini.

1. Minyak bumi
Bagian pemerintah pusat dari minyak bumi  sebanyak 85%; pemerintah daerah sebesar 15%. dari pembagian sebanyak 15% maka bagian dari  pemerintah  provinsi yang bersangkutan  sebanyak 3% (tiga persen); bagian kabupaten atau kota pengahsil sebesar 6%;dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam provnsi yang bersangkutan sebesar 6%

2. Gas alam
Bagian pemerintah pusat dari gas alam sebesar 70%; pemerintah daerah sebesar 30%.dari pembagian sebanyak 30%, maka bagian dari pemerintah provinsi yang bersangkutan sebanyak 6% (enam persen); bagian kabupaten atau kota penghasil sebesar 12%; dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangklutan sebesar12%.

Bagian yang diterima oleh daerah sangat kecil. hal ini disbabkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas bumi sangat besar dan diperlikan teknologi yang canggih. biasanya dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut harus mengadakan kontrak production sharing dengan perusahaan domestic atau perusahaan asing. perusahaan asing ini memiliki modal dan skill, sehingga mereka juga mempunyai hak untuk mendapat bagian dari kontrak production sharing. haknya dalah menierima bagian yang telah disepakati antara badan pelaksana dengan badan usha atau badan usaha tetap, sebagaimana yang tercnatum dalam kontrak production sharing.


PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya kontrak bagi hasil merupakan bentuk kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan ekploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya di pergunakan kemakmuran rakyat. Momentum di mulainya  kontrak production sharing (KPS) yaitu pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Struktur dalam bagi hasil dalam undang –undang ini berbeda dengan undang –undang yang lama. Pada undang-undang yang lama, yang menjadi para pihak dadalah pertamina dan kontraktor. Sedangkn dalam Undang-Undang Nomer 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi maka para pihaknya adalah badan pelaksana dan badan usaha dan atau badana usaha tetap.

B. Saran
Sebaiknya bagian yang di terima oleh daerah pendapatanya  menjadi lebih tinggi mengingat bagian yang di terima oleh daerah ini sangat kecil hal ini di sebabkan biaya yang di keluarkan untuk melakukan ekplorasi dan ekploitasi sumber daya minyak sangat besar dan di perlukan teknologi yang sangat canggih, dalam hal melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut di adakan kontrak production sharing dengan perusahaan domestic dan perusahaan asing. Karena perusahaan asing memiliki modal dan skil yang tinggi, sehingga mereka mempunya hak untuk mendapatkan bagian yang tinggi pula, oleh karena itu di harapkan agar baik pihak pemerintah lebiih menggalakan baik sumber daya manusi terlebih skil dan modal agar pendapatan dari eksplorasi dan eksploitasi lebih menguntungkan pihak pemerintah dan maupun perusahaan domestik.

DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur :
Anonim , 2006, Menguak Tabir Perubahan, JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), Jakarta
HS, Salim, 2004, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 2000, Asas-asas Hukum Perjanjian, CV Mandar Madju, Bandung.
Rahman, Hasanuddin, 2003, Contract Drafting, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Saleng, Abrar, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta.
Satrio, J., 1999, Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Penerbit Alumni, Bandung.
Simamora, Rudi M., 2000, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan, Jakarta.
Subekti, R., 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.





Referensi Jurnal :






Daftar Nama Anggota Kelompok (2EB16):
1. Dewi Komalasari - 21212952
2. Josina Christina - 23212974
3. Marya Yuliana - 24212469

No comments:

Post a Comment