Tanggal : 7 Maret 2012
Publikasi : palingindonesia.com
TANJIDOR,
MUSIK RAKYAT YANG KIAN TERGERUS JAMAN
Melihat sekelompok kakek-kakek fasih
memainkan harmonisasi nada yang keluar melalui alat tiupnya membuat saya
merenung. Usia bukan penghalang kreativitas mereka di ranah musik, sembari
melestarikan akar budaya yang hampir punah. Ya, musisi-musisi tanjidor kini
memang mulai langka lantaran gagalnya regenerasi. Anak-anak muda yang sejatinya
menjadi penerus tradisi, malah asyik masuk dalam band modern yang hanya
memainkan tembang cengeng yang diberi sedikit distorsi. Walau demikian,
Tanjidor sesekali masih menebar pesonanya lewat acara-acara khusus saja.
Tanjidor sendiri diambil dari bahasa
Portugis, tangedor yang berarti alat musik berdawai alias stringed instrument.
Namun saat masuk ke Betawi, maknanya mulai berubah menjadi music brass.
Pasalnya Tangedor dimainkan oleh 7 sampai 10 orang yang didominasi oleh alat
musik tiup semisal clarinet, trombone, piston, saksofon tenor, saksofon
bas,membranofon, tambur hingga simbal. Menurut beberapa literatur, musik
tanjidor sendiri merupakan hasil rintisan seorang bekas tawanan yang
dimerdekakan (mardijkers) bernama asli Augustijn Michiels (1769 – 1833) atau
yang akrab disapa Mayor Jantje.
Lantaran memainkan musik hanya untuk
kesenangan, kepuasan batin serta merupakan kegemaran saja, tak heran jika
banyak musisi-musisi tanjidor saat itu tidak mengenal not balok. Namun keunikan
perpaduan nada-nada yang keluar lewat berbagai alat musik tiup yang
diharmonisasikan dengan gemuruh perkusi membuat kelompok musik ini digemari.
Tidak hanya itu, lagu-lagu yang kerap mereka dendangkan juga biasanya berirama
ceria dan atau bernada mars. Sebut saja Kramton, Bananas, Cente Manis, Kramat
Karem, Merpati Putih, Surilang, Jali-Jali, Kicir-Kicir, Sang Kodok hingga Sirih
Kuning. Kemungkinan besar ini didasari oleh polah etnik Betawi yang jenaka.
Perubahan jaman kini menyebabkan gaung
tanjidor kian tergerus. Representasi kesenian Betawi ini belakangan hanya dapat
ditemukan di ajang pagelaran budaya, pernikahan adat Betawi, khitanan atau
bahkan penyambutan tamu. Segelintir kelompok tanjidor yang masih bertahan
hingga sekarang adalah Grup Tanjidor Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat dari
Cijantung yang merupakan generasi ke empat, Pusaka asal Jagakarsa, dan Tiga
Saudara yang berdiri sejak 1973 di Srengseng Sawah. Bahkan beberapa kelompok
memadukan Tanjidor dengan Tari Topeng dan lenong (Jipeng) hanya agar kesenian
ini kembali diminati.
ANALISIS :
Artikel berjudul “Tanjidor, Musik
Rakyat Yang Kian Tergerus Jaman” ini menceritakan tentang keindahan musik
tanjidor yang langka seiring perubahan jaman. Musisi-musisi tanjidor mulai
langka lantaran gagalnya regenerasi.
Artikel ini menambah pengetahuan
pembaca, karena isinya mengandung ilmu pengetahuan mengenai sejarah musik
tanjidor. Tanjidor sebagai satu jenis kesenian musik asli Betawi, dimainkan
secara berkelompok. Musik tanjidor diduga berasal dari bahasa portugis, tangedor yang berarti alat-alat musik
berdawai (Stringed instruments).
Dilihat
dari judulya, “Tanjidor, Musik Rakyat Yang Kian Tergerus Jaman”, seolah-olah
memberitahukan pembaca untuk dapat mengembangkan musik tanjidor. Para pembaca
yang peduli terhadap kebudayaan Indonesia ketika melihat judul ini akan
tertarik untuk mengetahui dan menambah ilmu mengenai perkembangan musik tanjidor.
Pada artikel ini seharusnya lebih ditekankan pada kalimat persuasif, sehingga
pembaca ataupun masyarakat lebih terhimbau lagi untuk mengembangkan kesenian
musik tanjidor.
Solusi yang di tawarkan dalam
artikel ini sangat sedikit, yaitu perkembangan musik tanjidor sangat bergantung
pada masyarakat terutama anak-anak muda sebagai generasi penerus tradisi. Lebih
baik lagi apabila ditambahkan solusi yang lebih efektif dan melibatkan semua
orang, termasuk para pembaca juga agar turut ambil bagian mengembangkan
kesenian tanjidor.
No comments:
Post a Comment